Depression - Whisper
Kumpulan para
manusia itu memandang ke seorang perempuan dengan tatapan hina dan penuh rasa
tidak suka. Mulut-mulut mereka
berkomat-kamit sambil sesekali menatap si perempuan. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, sang perempuan terlihat
tidak memperdulikan mereka. Namun tiba-tiba ada sesuatu hal yang menghantam
perempuan itu dengan keras, entah apa. Si perempuan seketika terdiam kemudian
menatapku dengan lirih. Aku sempat bingung dengan tatapan yang di berikan
perempuan itu padaku.
Begitu terkejutnya diriku ketika perempuan itu datang
menghampiriku. “Apa kau tidak penasaran dengan apa yang terjadi?” tanyanya yang
sempat membuatku tertegun. “Kau hanya menatapku dengan rasa tanya itu, untuk
apa? Kau tidak mendapat apa-apa dengan hanya menatap dan penasaran.
Apa kau ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi? Yang sebenarnya
‘benar’ terjadi?” tanya perempuan itu. Aku hanya bisa mengangguk mengiyakan
setiap pertanyaan perempuan ini. Dia menggenggam tanganku. “Dasar jalang” “Wanita
sialan” “Ga punya malu” “Dasar vulgar” “Dih, itu orangnya” “WTF, lumayan” “Berapa
ya kira-kira” “Wah wajib dicoba itu” “Enak itu jadi mainan” . Begitu terkejutnya
aku mendengar setiap kata yang terlontar dari orang di sekeliling kami.
“Wanita itu kenapa?” tiba-tiba terdengar suara milikku. “Ya
itu punyamu, dan itu yang membuatku ingin menghampirimu. Terimakasih, setidaknya
ada satu orang yang peduli dengan saya” . Aku metapnya dengan heran, apakah dia memerlukan pertolonganku? Hanya
itu yang ada di kepalaku saat ini.
Jika memang ada hal
yang bisa ku bantu akan aku usahakan ku bantu. “Tidak, kau tidak perlu
melakukan apapun, kau sudah menolongku hanya dengan setidaknya tidak berpikiran
negatif tentangku”. Setelah banyak berbincang dengan perempuan itu ternyata dia
adalah seorang pemilik toko bunga di sudut jalan yang ku lewati tadi, dia
bahkan juga tidak tahu apa yang membuat orang-orang begitu tidak menghargainya.
Ia mengatakan bahwa
ia baik-baik saja, aku senang mendengarnya mengatakan hal itu, namun aku
merasakan ada sesuatu yang janggal dari perempuan ini. Ia merencanakan sesuatu
yang tidak baik. “nanti, jika sesuatu terjadi. Tolong ambil sepucuk surat di
lemari itu” sambil ia menunjuk lemari coklat bagian bawah. Dan benar saja
ternyata setelah 5 hari dari hari pertama aku bertemu dengannya aku mendapat
kabar bahwa dia sudah tiada.
Aku melaksanakan amanat yang ia berikan kepadaku. Aku baca
perlahan setiap kata yang perempuan itu tuliskan. Betapa hancurnya hatiku
begitu tahu betapa tersiksanya ia selama ini. Ia menahan setiap hujatan yang
diberikan orang-orang padanya. Ia dihancurkan baik fisik maupun mental oleh
orang di sekitarnya. Ia dihancurkan, berkali-kali, dan berkali-kali pula ia
meminta pertolongan dan tidak ada yang peduli.
Sungguh neraka dunia bagi wanita itu. Aku menyesal tidak
bisa melakukan banyak hal. Dan aku begitu bodohnya percaya bahwa ia baik-baik
saja. Seharusnya aku bisa membujuknya dan jika bisa aku bisa menemani
hari-harinya. Sungguh bodoh aku melewatkan hal fatal ini. Satu hal yang begitu
ku ingat lewat surat itu.
“Terimakasih kau sudah mau memperdulikan saya tanpa
niatan jahat seperti orang lain.”
Komentar